Senin, 27 Desember 2010

Minggu, 19 Desember 2010

هتف الشبل

هتف الشبل سأحيا سرمديا
وأمام الظلم إعصارًا عتيا

أبذل الروح وأشتاق المنيا
في يميني نطق الصخر أبيا

من دمائي ترتوي الأرض فداءً
تنبت الأرض نضالاً أبديا

جهل الباغون أني في إبائي
شامخ ما عشت يومًا للدنيّا

حجري عزّي ومقلاعي إبائي
عاصب الهامات مقداما جريّا

أنا شبلٌ مسلمٌ حرٌ أبيٌّ
صاغني القرآن مغوارًا عصيا

عزتي من نبع ديني وكتابي
منه ما قد سرت في دربي عليا

شعبنا المطعون لا يرضى هواناً
قاوم الباغين كهلاً وفتيا

طفح الكيل فقمنا بجهاد
لنذيق الظلم بركاناً قويا

كم سقينا الكفر كأساً من جحيم
ورأو منا جهادًا قدسيا

عربد الكفر بعرضي ودمائي
ومضى قتلاً وسحقاً همجيا

حارقو الأرض بحقد عسكري ٍ
فرضوا حكماً عنيدًا عنصريا

أيها الآساد ما هذا التغاضي
لا أرى فيكم غيورًا أو وفيا

هذه القدس تناديكم مليا
تبعث الصوت إلى الأسد فهيا


أين فيكم عاشق الخلد وأين
باذل الروح إلى المجد رضيا

كيف يسقى شعبنا ظلمًا مريرًا
ويباد الشعب شيخًا وصبيا

كيف والآساد فينا حرةٌ
وترى الموت فدًا رطبا جنيا

كيف يلهو الضبع في الغاب هواناً
كيف والليث بنا أمسى قويا

Sabtu, 18 Desember 2010

هجر اللذائذ

هجر اللذائذ وانبرى
ليثا بأدغال الشرى
باع الحياة رخيصة
لله والله اشترى
لم تغريه الدنيا ولم
يثنيه ما حاك الورى
بل لبى حي على الجهاد
ومضى بأجفان السرى
درب الشدائد عشقه
لم يسبه عشق الكرى
قد عاف لين فراشه
وغدا ليفترش الثرى
متوسد صخر العنا
متجلدا متصبرا
أغرته لذة الهواء
فأبى بان يتقهقرا
وتزينت في وجهه
فازداد عنها تنكرا
عشق الجنان وحورها
وغدا إليها فشمرا
ورأى الشهادة منية
والموت اسعد ما يرى
خاض الحروب بهمه
متوثبا ومكبرا
كم قد أحال بغزوه
ليل الأعادي مجمرا
متخندق في ثغره
يقضان ياسر من ضرا
متوثب في عزمه
لم يثنه ما حاك الورى
ما ذاق طعم الذل لا
كالنسر في شم الذرا
متلفع بسلاحه
والعزم منه تفجرا
قاسى الصعاب وهولها
ما هاب كفرا أو برى
يا رب ليل لم يذق
فيه اللذيذ من الكرى
أينام في لذاته
والكفر من حقد انبرى
حشدت له أعداؤه
ويقينه صلب العرى
ضاقت به أيامه
والقلب منه استبشرا
أنت له أقدامه
وبكت إليه تفطرا
وشكت له أطرافه
يكفي أسى وتصبرا
فأجابها متجلدا
قد بعت والله اشترى

TIGA CALON PENGHUNI NERAKA

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dayyuts yaitu kepala rumah tangga membiarkan kemungkaran dalam rumah tangganya.”
 (HR. Nasa’I 5: 80-81; hakim 1: 72, 4: 146-147; Baihaqi 10: 226 dan Ahmad 2: 134)
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia kemudian memberikan kepada mereka petunjuk agar selamat di dunia dan akhirat. Petunjuk yang diberikan tersebut berupa Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang harus ditaati dan diamalkan.
Barangsiapa yang menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta mengabaikan perintah dan larangan-Nya akan memperoleh adzab. Allah Yang Maha Adil berkuasa memasukkan menusia ke dalam Surga atau Neraka, tergantung dari amal perbuatan mereka. Bila ada yang dimasukkan-Nya ke dalam Neraka maka halitu adalah berdasarkan keadilan-Nya, Dia sekali-kali tidak berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya.
Perintah dan larangan Allah kepada manusia pada hakikatnya adalah demi kemashlahatan menusia itu sendiri. Kendatipun demikian, masih ada saja di antara manusia yang mengabaikan peringatan dan ancaman Allah itu. Maka sudah selayaknya bila Allah menimpakan hukuman akibat perbuatan mereka.
Di antara sekian banyak larangan Allah yang harus dijatuhi dan haram dikerjakan ialah:
a.    Durhaka kepada Kedua Orang Tua
Banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menrengkan kewajiban berbakti kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa agungnya hak mereka dan haram mendurhakai mereka. Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janagnlah sekali-kali kamu mengucapkan ‘Ah’ dan janganlah kamu membentakmereka, akan tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan kasih saying, serta ucapkan: ‘wahai rabbku kasihanilah keduanya sebagaimana mereka telah mendidik aku di waktu kecil.’” (QS. al-Isra’: 23-24)
Berdasarkan ayat di atas, ayah dan ibu adalah orang yang wajib ditaati sesudah Allah dan Rasul-Nya. Kebaikan mereka, khususnya ibu kepada anaknya, tidak dapat dinilai dengan materi. Ibu mengandungnya dengan susah payah, kemudian melahirkannya juga dengan susah payah dan terkadang harus berhadapan dengan maut, menyusui dalam masa berbulan-bulan, bekerja siang dan malam bahkan terkadang harus bengun di tengah malam demi menemani anaknya yang sakit pada saat manusia sedang tidur nyenyak.
Kedua orang tua merasa bertanggungjawab memelhara, mendidik, dan mencari nafkah untuk anak-anak mereka. Mereka pun akan merasa gembira ketika anaknya mendapatkan kesenangan, dan menangis serta bersedih bila si anak mendapatklan musibah. Kedua orang tua selalu memikirkan kabahagiaan masa depan si anak.
Kalaupun ada orang tua yang buruk akhlaknya, maka mereka tidak ingin anaknya rusak seperti keadaan mereka. Mereka pun tetap berharap agar anak-anak mereka menjadi anak yang shalih. Hal ini merupakan fitrah manusia.
Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya mewajibkan kepada setiap anak agar:
·    Berbuat baik kepada kedua orang tua
·    Bersyukur kepada Allah dan kepada mereka
·    Berlaku lemah lembut kepada mereka
·    Berkata perkataan yang baik dan penuh hormat
·    Mendo’akan keduanya
Perlu diingat bahwa ketaatan kepada orang tua tidak boleh dalam hal-hal yang bertentangan dengan syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan,
“Tidak boleh seseorang taat kepada siapapun (makhluk) dalam hal berbuat maksiat kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (HR. Ahmad 5/66, Hakim)
Jadi gambaran durhaka kepada orang tua yaitu anak tidak taat kepada mereka dalam hal yang ma’ruf (sesuai sayari’at).
Menurut para ulama, tanda anak durhaka itu ialah:
·    Anak yang tidak mau tahu hak-hak orang tua,
·    Tiadk mau mendengar nasihat mereka bahkan menjelekkannya,
·    Anak yang tidak mau membantu orang tuanya yang miskin padahal dia mampu,
·    Berkata kasar, membentak, memukul,
·    Selalu mengeluh dan membengkit-bangkitkan pemberiannya,
·    Memaksa kedua orang tuanya agar memenuhi kebutuhan dirinya. (As-Suluk Al-Ijtima’i fil Islam, al-Kabair, Buyut La Tadkhuluhal Malaaikah)
Anak yang durhaka tidak hanya mendapatkan siksa di akhirat, akan tetapi di dunia pun dia akan mendapatkan balasan buruk sebelum mati, berupa kehinaan, kefakiran, dan ditimpa berbagai macam penyakit. (Buyut La Tadkhuluhal Malaikah, hal. 35)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ada dua perbuatan yang Allah segerakan siksanya di dunia yaitu melewati batas-batas Allah (zalim) dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Hakim; Lihat Shaih Jami’us Shaghir, 2810)
b.    Wanita yang Menyerupai Laki-Laki
Pada zaman sekarang sekarang ini, media massa selalu membesar-besarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, dengan istilah emansipasi. Para wanita menuntut agar haknya disamakan dengan laki-laki, padahal agama Islam telah mengatur bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Firman-Nya:
“Dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan.” (Ali Imran: 36)
Wanita sekarang menuntut ingin sama dengan laki-laki dalam segala hal, baik dalam lapangan kerja, pakaian, hak waris, maupun dalam masalah lainnya. Akibatnya, terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat. Merekamulai cenderung berorientasi pada materi. Setelah kesempatan kerja terbuka luas bagi wanita, mereka menjadi senang bertabarruj (buka aurat), menampakkan perhiasan dan auratnya serta mulai memakai pakaian yang tipis dan ketat. Mereka pun senang dan terbiasa berpakaian serupadengan laki-laki. Menurut mereka, :Ini adalah tuntutan profesi (karier)!!!???” Subhanallah.
Tahukah mereka bahwa Allah dan rasul-Nya melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan sebaliknya? Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alalihi wasallam telah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang mwmakai pakaian laki-laki. (HR. Abu Dawud, ahmad, Ibnu Majah, Hakim, dan Ibnu Hibban)
Dari Abdullah bin Amr radhiallallhu ‘anhu, ia berkata: aku pernah mendengar Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Ahmad 2/199-200, Thabrani,abu Nu’man dan Bukhari dalam kitab Tarikhnya)
c.    Dayyuts
Golongan ini adalah orang –orang yang membiarkan terjadinya kemungkaran di rumah tangganya. Firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-tahrim: 6)
Para ulama salaf menjelaskan makna jagalah dirimu dan keluargamau dari api neraka, sebagai berikut:
1.    Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Beramallah dengan taat kepada Allah, takut berbuat maksiat, dan perintahkan keluargamu agar ingat hokum-hukum-Nya, niscaya Dia akan menyelamatkanmu dari api neraka.”
2.    Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata: “Ajarkanlah akhlak dan kebaikan budi pekerti kepada mereka.”
3.    Mujahid rahimahullah berkata: “takutlah kepda Allah dan nasihatilah keluargamu supaya bertaqwa kepada-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/412-413)
Ayat di atas mewajibkan seorang suami atau kepala rumah tangga bertanggungjawab dalam rumah tangganya. Seorang bapak atau suami merupakan orang pertama dalam rumah tangga yang harus berusaha agar rumah tangganya damai, tenteram, dan penuh rahmat Allah. Untuk itu, diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh.
Terkadang seorang bapak mempunyai cita-cita seperti itu namun salah mengambil jalan sehingga cita-citanya tidak terwujud.
Karena itu, tarbiyyah (pendidikan) dan pembinaan rumah tangga harus mendapatkan priorotas utama. Seorang bapak harus berupaya membina isteri, anak, dan keluarga yang terdekat semisal mengingatkan mereka untuk shalat.
Jika seorang bapak atau suami bersikap diam dan merasa aman terhadap isteri dan anaknya yang sudah terperangkap dalam adat jahiliyah, atau telah melanggar syari’at Islam, maka suami atau bapak seperti inilah yang dinamakan dayyuts.
Sikap suami yang membiarkan isteri dan anaknya berbuat kejelekan dalam rumah tangganya sangat berbahaya. Ia membiarkan anak dan isterinya meninggalkan shalat, membiarkan mereka mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram. Ia menganggap baik perbuatan keji, zina beserta sarana yang membawa kepada zina. Ia tidak merasa cemburu pada perbuatan isteri dan anak-anaknya, bahkan ia membiarkan mereka berbuat maksiat. Maka, kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari kiamat.
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketauhilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin atas rakyatnya dan bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang perempuan juga pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas itu semua, seorang hamba sahaya bertanggung jawab terhadap harta tuannya.” (HR. Bukhari, Muslim, ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi.)



TAKFIR

Sebut saja namanya Ahmad, seorang aktivis sebuah pergerakan Islam. Semangatnya dalam menuntut ilmu tidak diragukan. Ke manapun ada kajian keislaman ia ikuti. Haus akan keilmuan ini sebanding dengan usianya yang masih cukup muda, 17 tahun. Di kalangan teman-temannya, Ahmad termasuk pemuda rajin, tekun dan cerdas.
Ahmad amat tegas. Masyarakat menyebutnya pemuda yang radikal dan keras. Menurut Ahmad masyarakat sekarang banyak terjerumus dalam perbuatan bid’ah, khurafat dan takhayul, bahkan sampai pada tingkat kemusyrikan. Ahmad tidak mau bergaul dengan masyarakat. Jika di rumah ia selalu menyendiri, tidak mau keluar kecuali ke tempat ia biasa mengaji.
Dalam memandang pemerintah, Ahmad meyakini bahwa pemerintah ini adalah pemerintahan kafir. Menurutnya, semua komponen yang terlibat di dalamnya adalah KAFIR. Pemimpin tertingginya, para pembantunya, perangkat-perangkat di bawahnya, dan siapapun yang terlibat dengannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dinilainya telah KAFIR.
Lebih tegas lagi Ahmad meyakini, siapapun yang tidak mengkafirkan mereka, maka ia juga telah KAFIR. Hal ini disandarkan terhadap perkataan Syaikh Abdullah bin Abdul Wahhab berkenaan tentang 10 pembatal keimanan, yang salah satunya berbunyi, “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu terhadap kekafiran mereka atau (justru) membenarkan madzhabnya maka ia telah KAFIR.”
Lain Ahmad, lain pula Atsari. Pemuda 30 tahun ini juga salah seorang aktivis muslim, namun ia tidak mau disebut aktivis. Menurutnya, kata-kata aktivis tidak ada dalam kamus Islam sehingga bernuansa bid’ah. Atsari sering mengikuti berbagai kajian keislaman, baik di daerah tempat tinggalnya atau di luar daerah. Pakaiannya khas, gamis panjang dengan celana di atas mata kaki. Atsari amat alergi dengan kata pergerakan, apalagi jihad dan perjuangan. Menurutnya, jihad tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dalam jiwa kaum muslimin yang betul-betul bersih, murni, tanpa noda syirik maupun maksiat setitik pun.
Atsari bersikap agak permisif untuk orang-orang yang dengan bangga berbuat maksiat dan dosa-dosa besar yang terkadang bersifat menyeretnya sampai pada batas-batas riskan jatuh ke lubang kekafiran. Dia juga memandang bahwa mengkafirkan orang adalah tindakan yang sangat radikal dan hanya dimiliki oleh orang yang berfikiran dangkal. Makanya, dia lebih cenderung menghindari tindakan-tindakan demikian. Apalagi, kalau sudah menyangkut-nyangkut urusan sensitive tentang pemerintahan, dia memilih diam.
Dalam keyakinannya, selama seorang pemimpin masih menampakkan symbol-simbol keislaman, ia masih tetap muslim dan tidak boleh dilawan. Dengan kata lain, ia masih pemimpin muslim yang boleh ditaati, sekalipun system pemerintahan yang diberlakukannya, undang-undang yang diterapkannya diadopsi dari sumber-sumber kufur, di luar ajaran Islam.
Ilustrasi tadi berusaha menggambarkan fenomena yang dewasa ini cukup mengemuka di tengah masyarakat muslim. Muara yang hendak dituju ialah sikap kedua pihak dalam memposisikan persoalan takfir. Terutama, yang kerap menjadi persoalan pelik adalah pada tataran takfir mu’ayyan. Di mana, seringkali orang dihadapkan pada pertanyaan, apakah si fulan telah kafir karena melakukan demkian dan demikian.
Pembicaraan seputar takfir (menyatakan seorang telah kafir/murtad), adalah satu hal yang sangat membutuhkan perhatian dan kehati-hatian. Sebab, persoalan ini memiliki potensi MENIMBULKAN FITNAH dan COBAAN BESAR. Di titik ini terdapat perselisihan dan silang pendapat, serta memungkinkan adanya unsure HAWA NAFSU MANUSIA yang ikut terlibat dan dalil-dalil yang mereka (gunakan) padanya saling berbenturan. Sehingga, tak jarang dijumpai perdebatan terjadi di tengah umat ini.
Pada titik ekstrem, ada dua kelompok yang saling bertolak belakang. Satu pihak memegang sikap TIDAK MAU MENGKAFIRKAN SIAPAPUN yang sudah menjadi ahlu qiblah (muslim), sementara pihak yang SANGAT MUDAH MENJATUHKAN VONIS KAFIR kepada orang lain dengan sebab dosa apapun (besar atau kecil).
Efek Takfir Berlebihan (ghuluw)
Sebagaimana kita tahu bahwa Islam memiliki konsep iman dan konsep kafir. Oleh sebab itu, bisa dipahami bahwa ada pagar yang memisahkan antara keduanya, antara mukmin dan kafir. Tak jarang terjadi, orang yang tadinya memeluk Islam kemudian berubah keyakinan dengan memeluk kristen, hindu, budha, atau yang lain. Artinya, dia menyandang status sebagai seorang kafir, dia telah jelas keluar dari Islam. Yang agak berat adalah jika ada orang yang berbuat tindakan-tindakan kekufuran namun dia tidak menyadari atau tidak mengakui bahwa dirinya melakukan tindakan berbahaya yang mengancam hilangnya iman dari dirinya.
Ranah takfir muayyan ini, adalah ibarat sebuah medan berat. Dahulu, di masa khilafah Islam, tugas menjatuhkan vonis kafir kepada orang atau kelompok tertentu yang terbukti melakukan tindak kekufuran, adalah wewenang umara dengan di dampingi ulama. Sekarang ini, meski para ulama telah membahas dan merinci point-point tindakan dan perbuatan yang menjadi factor penyebab kekafiran seseorang serta kode-kode etik dalam takfir muayyan, namun pada prakteknya tidak bisa SERTA MERTA MUDAH DITERAPKAN. Dengan kondisi semacam hari ini, akan sangat sulit sekali, karena umat Islam dihadapkan pada kenyataan ketiadaan institusi yang memegang otoritas untuk menjalankan konsekuensi dari penjatuhan vonis kafir kepada seseorang individu serta mengantisipasi ekses-ekses yang mucul setelah itu.
Munculnya gerakan-gerakan Islam yang berkomposisi pemuda-pemuda dengan semangat pembelaan dien yang tinggi, telah memberi warna tersendiri dalam dunia pergerakan Islam. Alur gerak perjuangan yang begitu dinamis, lambat laun menghantarkan mereka tiba pada sebuah tuntutan untuk menetapkan lawan. Lawan yang akan sangat menentukan strategi mana yang harus dipilih sebagai rangkaian jihad fie sabilillah. Dari sini kemudian muncul fitnah itu, ghuluw dalam TAKFIR. Bahkan, terkadang pengkafiran itu tidak berhenti pada pada pihak-pihak yang memang sejak semula disinyalir melakukan tindakan kekufuran. Namun, melebar menuju pengkafiran yang dialamatkan kepada setiap orang yang berseberangan dengan mereka dalam masalah-masalah wasa’ilut taghyir (sarana perubahan untuk menegakkan khilafah).
Tak sedikit dijumpai, karena adanya KEKURANGTEPATAN ketika memahami rambu-rambu dan kode etik pengkafiran, seseorang terjebak pada sikap sangat ekstrem. Dia mudah sekali memvonis orang lain sebagai telah keluar dari islam (murtad). Akhirnya, mucul hal-hal yang lebih cocok untuk dikatakan sebuah “fenomena”. Ada orang yang tidak bersedia sholat di belakang imam yang bekerja sebagai pegawai pada dinas atau instansi pemerintahan tertentu lantaran menurutnya dia KAFIR. Ada kemudian orang yang menghalalkan pencurian barangm harta-benda milik anggota keluarganya sendiri untuk pendanaan perjuangan Islam, dengan alas an itu adalah fa’i.
Efek yang juga tidak mustahil terjadi dan lebih mengerikan lagi, adalah KEMUNGKINAN TINDAKAN PENGHILANGAN NYAWA ORANG LAIN BIGHOIRI HAQ. Dan akhirnya, kekacauan timbul, kekacauan timbul. Kekacauan itu bisa saja MERUGIKAN PERJUANGAN ISLAM, MENCIPTAKAN STIGMA BURUK PEJUANG-PEJUANG ISLAM DI MATA UMAT SENDIRI DAN MEMBUAT BANGUNAN PERJUANGAN ISLAM YANG MULAI TERSUSUN RAPI MENJADI RUNTUH KEMBALI. Karena bisa jadi umat yang pada awalnya bersimpati terhadap JIHAD ini kemudian lari dan tidak simpatik terhadap perjuangan Islam akibat kesalahan-kesalahan yang dialamatkan kepada MUJAHIDIN.
Rasulullah S.A.W. mewanti-wanti umatnya agar menghindari sikap GHULUW. Beliau sabdakan : “Jauhilah oleh kalian smua ghuluw, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian celaka lantaran ghuluw dalam urusan dien (agama).” (HR. Ahmad)
Lebih lanjut beliau memeperingatkan, Jika seorang berkata pada saudaranya “Hai Kafir”, maka telah terkena salah seorang dari keduanya. (HR. Al Bukhori)
Pata ulama yang mengkhidmatkan diri untuk jihad menegakkan kalimat Allah inipun telah banyak memperingatkan lewat berbagai buku yang mereka tulis. Diantara buku kontemporer yang turut memperkaya khazanah referensi dalam persoalan ini, misalnya, “Qawa’idu fi Takfir” karya Abu Bashir Ath Thurtusi, “Ar Risalah Ats Tsalaatsiniyyah fi tahdzir minal Ghuluwwi fi Takfir” karya Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, serta “Ju’natul Mutibiin” karya Abu Qatadah al Filistiniy serta “Qawa’idud Takfir” karya Abdul Qadir bin Abdul Aziz.
Imam Ibnu Taimiyah mengungkapkan, “Ketahuilah, bahwa permasalahan takfir dan tafsiq adalah sebuah istilah dan hokum yang berkaitan erat dengan janji dan ancaman di akhirat. Dan berkaitan dengan perwalian dan permusuhan serta pembunuhan dan penjagaan (jiwa seseorang) serta yang lainnya di dunia. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu Ta’ala mewajibkan jannah bagi orang yang beriman serta mengharamkan jannah bagi orang-orang kafir. Dan inilah HUKUM MENCAKUP SETIAP WAKTU DAN KEADAAN.” (Majmu’ul Fatawa, 12/251)
Beliau mengatakan, “Salah dalam istilah iman dan kufur tidak sebagaimana salah dalam masalah yang lain. Karena hukum seorang di dunia dan akhirat erat kaitannya dengan istilah iman, islam, kufur dan nifaq.” (Majmu’ul Fatawa, 7/246)
Kata “salah” yg dimaksud pada ungkapan beliau di atas, bisa jadi meremehkan atau melampaui batas dalam hal iman dan kufur. Artinya, tidak mengkafirkan orang-orang yang jelas kafir atau mengkafirkan saudaranya sendiri (muslim) adalah BENTUK KESALAHAN YANG HARUS DI JAUHI. Sebagai solusinya adalah MEMPELAJARI KITAB-KITAB PARA ULAMA’ DAN BERUSAHA UNTUK TIDAK MUDAH MENGKAFIRKAN SEBELUM JELAS KEKAFIRAN MEREKA.



أيها العالم

أيها العالم ما هذا السكوت
أو ما يؤذيك هذا الجبروت
أو ما تبصر في الشيشان ظلما
أو ما تبصر أطفالا تموت
أو ما يوقظ فيك الحس شعب
جمعه من شدة الهول شتيت
أرضه تصلى بنيران رصاص
وشظايا هدمت منها البيوت
أو ما تبصر آلاف الضحايا
مالها اليوم مقيل أو مبيت
شردتها الحرب في ليل بهيم
مالها في زحمة الأحداث قوت
تأكل الأخضر واليابس حرب
كل ما فيها من الأمر مقيت
أين منها مجلس الأمن وماذا
صنع الحلف و أين الكهنوت
أيها العالم ما هذا التغاضي
كيف وارى صوتك العالي الخفوت
أو ما صغت قوانين سلام
عجزت عن وصف معناها النعوت
قاذفات الروس إعلان انتهاك
لقوانينك واللص فلوت
فرصة أن تعلن الحق ولكن
فرص الحق على الباغي تفوت
ربما تعلن قول الحق لكن
بعدما يعلنه في البحر حوت
أيها الأحباب في الشيشان صبرا
إن من ينصر حقا يستميت
إن يكن للروس آلات قتال
فلنا في هجعة الليل القنوت

اغمد السيف

أغمد السيف الصقيل وتوارى في سناه
وبدا للكون صبح شاحب تاه ضياه
وأطل البدر مكسوفا غريقا في دجاه
وغدا الكون أسيفا باكيا يروي أساه

أغمد السيف الصقيل وتوارى في سناه
وبدا للكون صبح شاحب تاه ضياه
وأطل البدر مكسوفا غريقا في دجاه
وغدا الكون أسيفا باكيا يروي أساه

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

مذ ثوى شيخ المعالي ونعى المجد أخاه
مذ بكى القدس أرخص الروح فداه
مذ تناهى الحقد فأستل شواظا من لظاه
ورمى بالنار نورا جلل الشيب علاه

مذ ثوى شيخ المعالي ونعى المجد أخاه
مذ بكى القدس أرخص الروح فداه
مذ تناهى الحقد فأستل شواظا من لظاه
ورمى بالنار نورا جلل الشيب علاه

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

أطفؤا بدر الدجى والنور لم يبرح مداه
قيدوا ليث الردى والعزم لم تهدأ خطاه
قتلوا شيخ الفدى كي يحجبوا عنا ذراه
مادروا أنا بنو الموت ولدنا في رحاه

أطفؤا بدر الدجى والنور لم يبرح مداه
قيدوا ليث الردى والعزم لم تهدأ خطاه
قتلوا شيخ الفدى كي يحجبوا عنا ذراه
مادروا أنا بنو الموت ولدنا في رحاه

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

ياعليلا عل بالعزم أساطيل البغاة
وقعيدا أقعد الباغين أعيتهم نهاه
وصموتا ألجم الكفر وأشجانا حداه
ليتنا كنا كما كنت ولم نحني الجباه

ياعليلا عل بالعزم أساطيل البغاة
وقعيدا أقعد الباغين أعيتهم نهاه
وصموتا ألجم الكفر وأشجانا حداه
ليتنا كنا كما كنت ولم نحني الجباه

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

عجبا منه أشلا بات خفاقا لواه
هددوه بالموت والموت له أحلى مناه
قتلوه فتهادت ترسم المجد دماه
قتلوا العزة لما أن تراءت في رؤاه
قتلوه غيلة والغدر ميثاق الطغاة
قتلوه وهكذا كانت نهايات الأباه

عجبا منه أشلا بات خفاقا لواه
هددوه بالموت والموت له أحلى مناه
قتلوه فتهادت ترسم المجد دماه
قتلوا العزة لما أن تراءت في رؤاه
قتلوه غيلة والغدر ميثاق الطغاة
قتلوه وهكذا كانت نهايات الأباه

أنت سيوف الثأر

أنت سيوف الثأر في أجفانها
وشكت غبار الذل في أوطانها
ومضت إلى الأبطال تبعث صوتها
وتذوب من حزن على سلطانها
ترث الاكف الضاربات على العدى
وتئن قهرا من أسى هجرانها
ورأت مآسينا فثارت عزة
اين الألى سلوا لضى أشجانها
تشكو السيوف الغر من ألم النوى
وتهيم شوقا في يدي فرسانها
ياويحنا أوما نجيب سيوفنا
ونسلها نشفي لظى اشجانها
وتلوح تبرق في سما أوطاننا
لتعيد مجدا ساد في أزمانها
فالآن قد آن المسير على اللظى
كي تحفظ الأوطان من عدوانها
وتعيد أمتنا السليبة مجدها
ونفك قيد الذل من شجعانها
وتقوم رايات الجهاد بعزة
وتصول خيل الله في ميدانها
فبكل صقع من أراضي أمتي
نكأ العدو بها جراح هوانها
سكبو المهانة في صميم فؤادها
لما تداعى الوهن في شريانها
فالمسجد الأقصى وقبته إرتمت
تشكو المهانة من أسى خذلانها
تعلي المآذن فيه صيحات الندى
حتى بكى حيران صوت أذانها
وطئ اليهود ترابه يا ويحنا
أوما يحرك أمة إيمانها
تشكوا الجراح لنا فنسبل أدمعا
عل الدموع تزيل من أحزانها
أواه من هذا الهوان أما له
سيف يعيد لأمتي تيجانها
رباه هذي أمتي ألوى بها
نزف الجراح وزعزعت أركانها
خارت قواها وإستبد بها الردى
ظلت مراكبها هوى شطآنها
خارت خطاها ذلة حتى غدت
تشكوا مهانتها إلى سجانها
رباه نصرك مأملي عجل به
واسلل سيوف الحق من أجفانها
أبو قتادة المهاجر

يا شهيد »

شهيداً نسج المجد وساما وسقانا من كؤوس العز جاما
وتراءى في سماء النصر برقاً راحلاً يلقي على الدنيا السلاما
وتهادى في دروب الموت يسقي روضة العزم جهاداً وانتقاما
ثغرك الباسم لحن من إباء صاغ معنى الموت حُبًّا وغراما
وأرانا كيف أن الدم يروي قصة الأمجاد ناراً وضِراما
يا فداء عينيك جيلاً من رُفاتٍ ذاب بالعود وبالمزمار هاما
يا فداء عينيك جيشاً من ركام نُكِّست راياته البيض انهزاما
يا فداء جثمانك الطاهر شعب أسلم الباغي كما يهوى الزماما
وجهك الوضاء مازال يُرينا عاشقاً قد ذاق بالعشق الحِماما
عاشقاً قد تيَّم الروح فداءً وبغير الموت لم يرضى وساما
عُمَري العزم لاحت في رؤاه هِمَّة تسمو وأفعال تساما
لم يرى الدنيا رياضاً من نعيم وجنان يرتضي فيها المُقاما
بل سرى فيها كطيف من ضياء لاح فيها ثم أسلمها الظلاما
ومضى للخُلد تحدوه خُطاه فبها تحلو مُنادمة الندامى
وبها الحوراء ذابت من حنين ترقب الموعد شوقاً وهُياما
من رأى صبًّا عليلاً مُستهاما ضمَّ في الخُلد عشيقاً مُستهاما
تغريد

تدب الروح

تدب الروح في جسدي وتمسي ** بكل جوانحي وتقول نفسي
متى أسقي اليهود مرار كأسي ** وزفرة مدفعي وشديد بأسي

وقبري خندقي وتراب أرضي ** أبيت منعما بجوار قدسي
أعانق تربها فأظل أحيا ** بكل زريعةٍ وبكل غرسِ

تظللني الخمائل كل صيفٍ ** وأنعم بالشتاءِ بدفءِ شمس
وتسقيني الغوادي كل حينٍ ** فأصبح تحت وابلها وأمسي

وتطربني الطيور اذا تغنت ** وتسمعني النسائم كل همس
فلا أشكو المواجع أو أراها ** بوخزةِ شوكةٍ أو قلع ضرس

ولا أبكي على ليلى وإني ** نسيت مواجعا كانت بأمسي
فروحي في ربا الفردوس تحيا ** وحولي بالأرائك ألف عرسِ

رأيت الموت للرحمن خيرا ** من العيش المحاط بكل نحسِ
وخيرا من مداعبة الغوالي ** وسكنى روضةٍ وشراب كأسِ
وخيرا من عبادةِ ألفِ يومٍ ** وطول تهجدٍ ولهف نفسي

« بدمى أسطر قصتى

بدمي أسطر قصتي وجهادي ودليل صدقي عدتي وعتادي
رشاشي المهدار يروي باسماً للناكصين حكاية الأمجادي
طلع الصباح وساحتي مملوءة بالمعتدين وزمرة الأوغادي
فرأيت مسجدنا يُهدَّم جهرةً ويقام دَير حُفَّ بالعُبّادي
ورأيت أُمتنا يقطع بعضها بعضاً ولا صوت الصلاح ينادي
فمضيت لا ألوي ولا أُبدي أسىً وتعاف نفسي مرقدي ووسادي
روحي على كفي وأحمل مدفعي ويطيب لي حين الوغى إنشادي
أنا لا ألين ولا تُهَد عزيمتي بالقتل بالتعذيب بالإبعادي
أنا مبدأي أن الهوان لغيرنا والعز لي ولأُمتي وبلادي
لا أستسيغ الذل أو أرِدُ الردى فالموت في زمن الهوان مرادي
أنا لا أريد الشمس في كفي ولا بدر الدجى بيَدي وطوع قيادي
أنا مطلبي سهل فإن رام العدى منعي فإن الله بالمرصادي
أنا مسلم أبغي الحياة جميلة وأودُّ أن أحنو على أولادي
يا أمة الإسلام ليلك حالك وصلاح دينك غاب في الألحادي
يا أمة الإسلام قومي واثأري كفي عن الإذعان والإخلادي
لا لن يعيد المجد جيل ضائع يبكي على ليلى بقلب صادي
لن يُرجع البلد السليبة مُطرب للطبل والمزمار والأعوادي
قولوا بأني جاهل وعقيدتي مدخولة وتقودني أحقادي
قولوا أحبائي وإلاّ فاصمتوا سِيَّان عندي رائح والغادي
أنا لن أُجيب على الكلام وإنما سيجيبكم عند اللقاء جهادي
طلقات رشاشي بليل دامسٍ أحلى من البسمات في الأعيادي
وتوسدي لقنابلي في خندقي أحلى وأشهى من لذيذ رقادي
وغبار خيل الله في أنفي تفوق الورد والريحان بل والكادي
وأسير نحو الموت مُعتجِل الخُطى كمسير أهل الحُب للميعادي
بالأمس أخرجني العدو وها أنا أُطفئ لظى كبدي أُريح فؤادي

مانسينا

مانسينا خبروها كيف ينساها الولوع
كيف يسلوها محب بعدها عاف الهجوع
شاهد الليل عليه وحكت عنه الدموع
أنها حب مكين عرشه بين الضلوع
كم تمنى أن يراها لو لما فات رجوع
صار بعد الوصل دهرا بشذى الذكرى قنوع
خطفوا الزهرات منا زهرة كانت تضوع
قد سقيناها دمانا مثلها كيف يضيع
جنة عنها لهينا فطردنا بالجموع
وبها عشنا قرونا للدياجير شموع
يعجب الشرق علاها ولها الغرب خضوع
ياربى الأندلس خضراء ياطيب الربوع
كم لكٍ اشتاق فؤاد وبكٍٍ هام ولوع
نسأل الرحمن يوما فيه نأتيكٍ جموعٍٍ

nasyid

لظى الأشواق يلفحني ويسعر من براكيني
وصبري لم يعد يقوى على اخماد مافيني
وماشوقي الى ليلى ولا للخرّد العيني
ولا للأعين النجلاء تلحظني ف تسبيني
ولكن للحتوف الحمر للغر المياميني
الى من مرغوا الكفار وحل الذل والدوني
وقادوا للدنى مجدا يحطم ذلة الهون
ودوّا صوتهم عدنا اعدنا عزة الدين
وصغنا النصر في ارض وفيها الف مدفون
قضوا لله نحبهم على اطراف مسنون
وخطّوا بالدمي القاني سنى عزٍ وتمكين
واحيوا في حنايانا بقايا مجد حطين
الى القادات في الشيشان ابعث شجو مشجون
اليهم ابعث الاشواق عل الشوق يحدوني
وانتظر الصدى منهم لعل الصوت يشفيني
فقد هام الفؤاد بهم وماعنهم يسلّيني
وحن القلب للقياء وارسل دمع محزون
متى نحظى بلقياهم ونمسح دمعة العين
لظى الاشواق يلفحني ويسعر من براكيني
وصبري لم يعد يقوى على اخماد مافيني
سليمان الخزيم

shodaqoh okey

eramah Syaikh Abu Zubair ‘Adil al-‘Abab, Penanggung Jawab Syar’iy Organisasi Qo’idatul Jihad di Jaziroh ‘Arob (hafizhahullah).
Bismillahirrohmaanirrohiim..
Sesungguhnya segala puji bagi Allah yang telah berfirman kepada hamba pilihan-Nya (Muhammad saw), "Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai ujian. Dan Aku turunkan kepadamu sebuah kitab yang (kesuciannya) tidak dicuci dengan air, kamu bisa membacanya dalam keadaan tidur ataupun terjaga."
Dan sesungguhnya Allah memerintahku untuk membakar orang Quroisy, lalu aku berkata, "Wahai Robb-ku, jika demikian kepalaku akan mereka pecah lalu mereka meninggalkannya seperti sepotong roti." Allah menjawab, "Keluarkan mereka sebagaimana mereka mengeluarkanmu (mengusirmu). Perangi mereka, (karena) Kami menjadikanmu untuk berperang. Keluarkan (hartamu) karena kami akan membantumu. Utuslah tentara, akan kami utus lima kali tentara yang kau utus. Dan berperanglah bersama-sama dengan orang yang mentaatimu terhadap orang yang membangkangmu (bermaksiat kepadamu)." (HR. Imam Muslim)
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada penghulu mujahidin, Muhammad bin 'Abdullah yang jujur dan terpercaya. Pernah (suatu saat) datang seorang lelaki kepada beliau lalu berkata, "Wahai Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda, meletakkan senjata dan mereka berkata, 'tidak ada jihad lagi, perang telah usai.' Lalu Rasulullah saw menghadap ke arah lelaki itu dan berkata, 'mereka bohong, sekaranglah perang telah datang. Dan senantiasa ada dari sekelompok ummatku yang berperang membela kebenaran. Dan Allah menjadikan hati beberapa kaum condong (pada mereka) dan memberi mereka rizqi dari peperangan hingga hari kiamat atau hingga datang janji Allah. Sedangkan pada ubun-ubun kuda terikat kebaikan hingga hari qiamat.'" (HR. Imam an-Nasa'i dengan sanad shohih)
Juga kepada keluarga dan sahabat beliau yang mengetahui bahwa jihad adalah puncak tertinggi diin (Islam) ini. Maka berangkatkan pasukan perang di seluruh negeri dan perintahkan hamba-hamba Allah untuk berperang. Adapun kemudian Di bawah bayang-bayang serangan yang menyakitkan terhadap kesucian kaum muslimin dan dalam samudera perang salib ini dengan berbagai model dan persiapan(nya) terhadap ummat islam. Juga di bawah bayang-bayang masa mundurnya pembesar-pembesar dari jalan jihad dan dari melawan serangan musuh terhadap diin ini (Islam) dan kaum muslimin, aku bawakan ceramah (nasehat) ini untuk orang-orang 'alim, pemuda dan kalangan 'awam.
Kepada pemuda yang haus kepada kemuliaan yang merupakan pusaka (ummat), kepada ummat yang bingung di persimpangan jalan, kepada setiap muslim yang percaya terhadap kehormatan di dunia dan kebahagian di akhirat, ku bawakan risalah yang telah lama (telah disampaikan), (berpengaruh) kuat lagi menyala-nyala. Silahkan menyimak penyampaian berikut ini.
Wahai pemuda, wahai orang yang rindu untuk membela Diinullah (Islam), wahai orang yang memberikan nyawanya di hadapan Pelindungnya (Allah). Di sinilah hidayah dan petunjuk. Di sinilah hikmah dan kebenaran. Di sinilah mabuk pengorbanan dan kelezatan jihad. Hendaknya Engkau bersegera (bergabung) dengan batalion guntur. Hendaknya Engkau beramal di bawah panji para Nabi hingga tidak ada lagi fitnah dan seluruh diin milik Allah semata.
Kubawakan seruan yang tenang tapi lebih kuat dari pusaran angin puyuh yang berhembus keras. Seruan ke-tawadhu'-an tapi lebih tinggi dari puncak gunung. Seruan yang lepas dari fenomena semu, terjaga dengan kemuliaan kebenaran dan terpeliharanya wahyu, mewariskan kepada kaum mu'minin kemuliaan di dunia dan surga yang tinggi di akhirat. Aku katakan dalam ceramah ini insya Allah, sebagai bentuk tabarruk, mari berjihad... mari berjihad... mari berjihad... Sebagai permulaan aku katakan;
Wahai saudaraku! Jika mereka bertanya kepadamu 'apakah jihad itu?' Jawablah dengan jelas sebagaimana Nabi yang jujur lagi dipercaya saw menjawab pertanyaan seorang sahabat yang mulia, "Hijrah apa yang paling utama?" Beliau saw menjawab, "Jihad". Sahabat itu bertanya, "Apakah jihad itu?" beliau saw menjawab, "Engkau perangi orang-orang kafir jika Engkau jumpai mereka." Sahabat itu bertanya kembali, "Jihad apa yang paling utama?" Beliau saw menjawab, "Orang yang kudanya terluka dan darahnya mengalir." (HR. Imam Ahmad, sedangkan imam yang empat sepakat bahwa jihad adalah perang dan membantu peperangan untuk meninggikan kalimatAllah)
Wahai saudaraku, kobarkan semangat untuk berperang. Karena Allah Yang Maha Perkasa yang berada di atas tujuh langit memerintahkan nabi-Nya, "Wahai nabi, kobarkanlah kaum mu'minin untuk berperang..." (QS. al-Anfal: 65). Dia juga berfirman, "Berperanglah di jalan Allah, tidak di bebani (untuk itu) kecuali dirimu. Semangati kaum mu'minin (untuk perang). Semoga Allah menghentikan gangguan orang-orang kafir. Padahal Allah maha kuat dan pedih siksaan-Nya." (QS. an-Nisa': 84). Allah Robb kita juga memerintahkan kita, "Jika kalian temui orang-orang kafir pukullah leher (bunuhlah) mereka ..." (QS. Muhammad: 4)
Padahal ayat-ayat jihad di dalam kitab Allah (al-Qur-an) lebih dari seratus ayat. Sedangkan ayat-ayat itu menunjukkan kewajiban jihad dan kewajiban itu tertuju pada kaum muslimin. Sedangkan sebagian ayat-ayat yang lain memotivasi untuk jihad dan menjelaskan keutamaannya juga apa yang disiapkan Allah untuk mujahidin yang berupa pahala di akhirat dan mencela orang-orang yang meninggalkannya serta mencap mereka dengan kemunafikan dan sakit hatinya.
Wahai saudaraku, kobarkan semangat berperang! Karena sesungguhnya perang adalah fardhu 'ain yang paling membutuhkan pengorbanan menurut kesepakatan 'ulama', fuqoha', muhadditsin dan mufassirin. Hukum perang seperti hukum sholat, puasa dan haji. Bahkan dinukil dari Imam ad-Dusuqi dalam hasyiyahnya bahwa perang di utamakan terhadap haji. Sehingga orang yang meniggalkan perang berdosa besar. Sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar al-Haitsami dalam kitabnya 'az-Zawajir'.
Imam al-Qorofi menyebutkan, bahwa jika kewajiban-kewajiban atau hak-hak saling bertentangan, didahulukan yang mendesak atas yang leluasa. Didahulukan apa yang dikhawatirkan tertinggal (untuk mengerjakannya) atas apa yang tidak dikhawatirkan tertinggal mengerjakannya meskipun derajat amal yang tidak dikhawatirkan tertinggal itu lebih tinggi derajatnya dari yang dikhawatirkan tertinggal. Sedangkan Allah ta'ala berfirman: "Berperanglah kalian dalam keadaan ringan ataupun berat. Dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian, hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (QS. At-Taubah: 41)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, "Pertama-tama Allah ta'ala memerintahkan kaum mu'minin memerangi orang-orang kafir. Yang pertama kali diperangi adalah yang paling dekat kemudian yang lebih dekat dengan wilayah Islam. Karena itu, Rasulullah saw memulai peperangan terhadap kaum musyrikin jazirah 'Arab. Maka tatkalah sudah selesai dari memerangi mereka, Allah taklukan untuk beliau Makkah, Madinah, Thoif, Yaman, Yamamah, Hajar, khoibar, Hadhromaut dan kota-kota yang lain berdekatan dengan Jazirah 'Arab. Manusiapun masuk ke dalam Diinullah dengan berbondong-bondong dari berbagai suku-suku 'Arab. Setelah itu semua, Allah syari'atkan memerangi ahlul kitab. Setelah beliau wafat, Abu Bakar ash-Shidiq melanjutkan urusan (perang) ini. Sehingga orang yang keluar dari Diin (islam) ini dan Ahlur Riddah (orang yang murtad) bisa kembali dalam Islam. Imam Ibnu Katsir menjelaskan hal ini hingga beliau berkata, "Urusan perang ini sempurna di tangan ('Umar) al-Faruq yang syahid di mihrab (ketika sholat karena dibunuh, -pent)." Hingga di sini perkataan beliau.
Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya berkata mengenai firman Allah ta'ala, "berperanglah dalam keadaan dan berat..." beliau berkata, "Kadang keadaan mewajibkan semuanya untuk berperang... hingga perkataan beliau, dan itu jika jihad menjadi fardhu 'ain bagi satu wilayah dari wilayah-wilayah kaum muslimin, wajib bagi penduduk negeri itu untuk berperang dalam keadaan ringan maupun berat, muda maupun tua." Hingga di sini perkataan beliau.
Wahai saudaraku, kami memerangi mereka karena Rasulullah saw bersabda, "Aku diutus dengan membawa pedang menjelang hari kiamat hingga Allah semata yang diibadahi dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan rizqiku dijadikan di bawah bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi siapa yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia (menjadi) golongan mereka." (HR. Imam Ahmad)
Wahai saudaraku, kami memerangi kaum kuffar agar kami tidak di adzab Allah. Allah ta'ala berfirman, "Jika kalian tidak berperang, Allah adzab kalian dengan adzab yang pedih dan mengganti kalian dengan kaum lain sedangkan kalian tidak memberikan mudhorot pada-Nya sedikitpun. Dan Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu." (QS. At-Taubah: 39).Rasulullah saw juga bersabda, "Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, kecuali Allah timpakan adzab yang merata pada mereka" (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath dengan sanad hasan)
Wahai saudaraku, adapun rasa takut kami terhadap apa yang dikabarkan oleh Nabi yang jujur lagi dipercaya adalah sebagaimana yang di riwayatkan Umamah al-Bahiliy ra, Rasulullah bersabda, "Siapa yang belum pernah berperang atau membekali orang yang berperang atau menanggung (beban) keluarga orang yang berperang, Allah timpakan bencana (layaknya kiamat) sebelum hari kiamat." (HR. Imam Abu Dawud dengan sanad yang kuat)
Wahai saudaraku, di mana keterbetikkan jiwa ini terhadap jihad? Keterbetikkan jiwa yang hakiki yang mengikuti jawaban terhadap seruan ketika diserukan oleh seorang penyeru, "Wahai kuda Allah, melesatlah!" Di mana penempatan dan perjanjian terhadap jiwa untuk pergi berperang dan berperang? Di manakah kita ketika diperintah untuk berperang? Rasulullah saw bersabda, "Jika kalian diperintah untuk berperang, berangkatlah berperang!" (HR. Imam Bukhori)
Kenangan terhadap peperangan dan kesyahidan telah dikobarkan, Kerinduan terhadap negeri abadi yang kekal. Raungan singa Allah di berbagai medan, seberapa menyalakah tampak kerinduanku terhadapa jihad. Wahai saudaraku, tahukah Anda mengapa kami berperang? Kami berperang agar tidak muncul sifat munafiq pada diri kami. Dalam shohih muslim terdapat sebuah hadits Abu Huroiroh ra yang berkata,Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang mati dalam keadaan belum pernah berperang dan tidak terbetik dalam hatinya untuk berperang, maka ia mati di atas cabang kemunafikan."
Imam an-Nawawy berkata, "Maksudnya, siapa yang menjadi seperti di sebutkan hadits ini, maka sungguh dia telah menyerupai orang-orang munafiq yang menyelisihi (tidak mau) jihad dalam sifat ini. Karena sesungguhnya meninggalkan jihad adalah cabang kemunafikan. Maka waspadalah, waspadalah wahai saudaraku terhadap menyerupai kaum munafiqin atau Anda mati dalam keadaan membawa cabang kemunafikan.
Wahai saudaraku, kami berperang untuk melaksanakan perintah Allah agar menteror musuh(Nya), bersikap kasar kepada mereka, mengangkat kehinaan dari diri kita, kembalinya kemuliaan pada kita dan munculnya rasa takut di hati musuh-musuh kita. Sehingga kita bisa hidup dengan layak dan bisa menjaga kerusakan di bumi yang diakibatkan meninggalkan jihad. Allah ta'ala berfirman, "Jika kalian tidak melakukannya (memberikan loyalitas pada kaum mu'minin dan melenyapkan kaum kafirin -tafsir jalalain) akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS. al-Anfal: 73). Allah ta'ala juga berfirman, "Dan persiapkan kekuatan yang kalian mampu untuk (memerangi) mereka dan dari kuda yang tertambat, agar kalian bisa menteror musuh Allah dan musuh kalian dengan persiapan itu." (QS. Al-Anfal: 60)
Wahai saudaraku, di mana sambutan itu? Padahal Allah jalla jalaluh berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sambutlah Allah dan Rosul jika menyeru kalian kepada apa yang membuat kalian hidup (yang berupa urusan diin, termasuk di dalamnya urusan perang). Dan ketahuilah bahwa Allah menghalangi antara seseorang dan hatinya. Dan kepada-Nya kalian akan di kumpulkan." (QS. Al-Anfal: 24)
Adapun rasa takut kami terhadap diri kami jika di jadikan dalam golongan yang Allah katakan, "Katakan (hai Muhammad), 'jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga dan harta kalian yang kalian khawatirkan kerusakannya, juga tempat tinggal yang kalian senangi itu lebih kalian cintai dari Allah, Rosul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Padahal Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang fasiq." (QS. At-Taubah: 24)
Cukuplah hal ini sebagai ancaman, peringatan dan terror bagi orang yang meninggalkan jihad sedangkan dia mampu tapi benci terhadapnya dan tenang terhadap keluarga dan harta yang ada padanya. Kepada Allah saja pengaduan ini. Bagaimana Anda pelajari atsar-atsar jihad sedangkan Anda tidak terlihat (melakukannya), cahaya-cahayanya terhapus di tengah manusia, malamnya menjadi gelap setelah disinari (cahaya) bulan, dan siangnya menjadi gelap setelah terang?
Ya Allah, bagaimana jiwa-jiwa membencinya padahal Allah Yang Maha Perkasa lagi Mulia berfirman, "Telah diwajibkan berperang kepada kalian padahal perang itu kalian benci. Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allah yang mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui." (QS. Al-Baqoroh: 216)
Bagaimana bisa jihad ditinggalkan padahal Allah memerintahkannya kepada orang-orang yang beriman dengan firman-Nya, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula pada hari akhir begitu juga orang-orang yang tidak mengharamkan apa yang Allah dan Rosul-Nya haramkan serta tidak ber-diin dengan diin yang benar dari kalangan Ahlul Kitab hingga mereka memberikan jizyah dari tangan (mereka) sedangkan mereka (hidup) dalam keadaan hina." (QS. At-Taubah: 29)
Bagaimana (perang bisa ditinggalkan) padahal dengan perang itu Allah menolak (gangguan) kaum musyrikin? Allah ta'ala berfirman, "Kalau saja Allah tidak menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah sudah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (diin)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (QS. Al-Hajj: 40)
Wahai saudaraku, dahulu sahabat-sahabat Rasulullah saw membawa jiwa mereka di atas telapak tangan mereka mencari kematian yang merupakan sebuah keyakinan untuk meninggikan kalimat Allah. Sampai orang yang di beri 'udzur oleh Allah pun berlomba untuk jihad. Imam Ibnul Mubarok mengeluarkan (kisah) dari 'Athiyyah bin Abu 'Athiyyah bahwa dia melihat 'Abdullah bin Ummi Maktum ra padahal beliau adalah orang buta, pada suatu hari di hari-hari perang al-Qadisiyyah, beliau membawa baju besi yang lebar beliau seret ke barisan dalam medan jihad.
Inilah 'Amru bin al-Jamuh ra yang sudah tua lagi pincang, beliau tidak mengikuti perang Badar karena beliau pincang. Maka tatkala terjadi perang Uhud dia perintahkan anak-anaknya untuk membawanya keluar lalu merasa terganggu karenanya. Hingga beliau berkata pada mereka, "Jauh sekali, jauh sekali! Kalian telah menghalangiku masuk surga pada perang Badar, sedangkan sekarang akan kalian halangi aku pada perang Uhud."
Juga dikatakan kepada Miqdad bin Usud ra ketika beliau bersiap-siap untuk berperang, "Allah telah memberimu udzur." Beliau malah menjawab, "Kami terbebani dengan al-Bahuts (sang pembahas)." Maksud beliau adalah surat at-Taubah karena surat itu membahas orang-orang munafiq dan menyingkap (sifat-sifat) mereka. Kisah ini disebutkan oleh Imam al-Qurthubiy. Alangkah indahnya para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Alangkah cepatnya sambutan mereka dan kerakusan mereka terhadap jihad...
Allah Yang Maha Benar lagi Maha Mulia dan Tinggi berfirman, "Hendaknya orang-orang yang membeli akhirat dengan kehidupan dunia berperang di jalan Allah. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh atau menang, maka Allah beri dia pahala yang besar." (QS. An-Nisa': 74). Dari Abu Dzar al-Ghifari ra berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Amal apa yang paling utama?" Rasulullah menjawab, "Iman kepada Allah dan berjihad di jalannya." (Muttafaq 'alaih)
Wahai saudaraku, kami berperang di jalan Allah hingga kekafiran tidak memimpin. Bagaimana (sekarang) padahal kekafiran telah memimpin. Allah ta'ala berfirman, "Perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan diin ini menjadi milik Allah." (QS. Al-Anfal: 39) Sedangkan yang dimaksud fitnah adalah kesyirikan.
Wahai saudaraku, jihad adalah amal yang tidak bisa ditandingi dengan amal sholih apapun. Dari Abu Huroiroh ra berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang bisa menandingi jihad?" Beliau saw menjawab, "Kalian tidak akan mampu." Beliau mengulanginya dua atau tiga kali perkataan, "kalian tidak akan mampu." Kemudian beliau berkata, "Perumpamaan mujahid (orang yang berjihad) di jalan Allah seperti perumpamaan orang yang berpuasa, shalat dan bersungguh-sungguh terhadap ayat-ayat Allah. Tidak berhenti sholat dan puasa hingga mujahid di jalan Allah itu kembali (selesai berjihad)." (Muttafaq 'alaih)
Ketahuilah, semoga Allah memberi taufiq padaku dan pada Anda, bahwa tidurnya mujahid lebih utama dari bangun malam dan puasa di siang hari. Ibnul Mubarok dalam sanadnya menyebutkan, Abu Huroiroh ra berkata, "Sanggup-kah salah seorang di antara kalian sholat dan tidak putus-putus dan puasa juga tidak berbuka selama dia masih hidup?" Ada yang berkata, "siapa yang sanggup begitu wahai Abu Huroiroh?" beliau menjawab, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidurnya seorang mujahid lebih utama"
Wahai saudaraku, bagaimana bisa kita mudah untuk duduk sedangkan kita di bawah naungan berbagai sistem yang lepas dan menjauhi hukum syari'at serta menggantinya dengan sekulerisme, berhukum dengan demokrasi dan mengakui kebebasan pendapat dan pendapat lain (yang menyelisihinya) meskipun di atas jalan untuk melepaskan Syari'at (peraturan) Islam dan mencela Rosul kita yang mulia 'alaihi sholatu was salam.
Wahai saudaraku, apakah Anda akan duduk sedangkan negeri-negeri kaum muslimin di tangan perampas? Apakah Anda tetap duduk sedangkan kehormatan kaum muslimah di hadapan para penjaga penjara? Saudaraku, apakah Anda tetap duduk sedangkan kita masih dihukumi dengan sistem-system buatan dunia, terkadang dengan hukum nasionalis terkadang dengan hukum sekuler?
Apakah Anda tetap duduk sedangkan kita hidup di bawah hukum-hukum yang memelihara persekutuan salibis dalam memerangi Islam? Sebagaimana kita melihat yang terjadi di Afghanistan, Iraq, Palestina, Maghrib Islamy (Aljazair), Jazirah 'Arab dan negeri-negeri kaum muslimin yang lainnya.
Wahai saudaraku, bagaimana kita bisa duduk padahal kita telah diperintah berperang oleh amir kita Syaikh Usamah bin Ladin beserta komandan-komandan tentara yang lain. Katakan padaku, demi Allah bagaimana merubah kenyataan pahit ini tanpa jihad dan perang?!
Wahai saudaraku, hari ini Anda diperintah berperang dari saudara-saudara (kita) yang jujur yang berjalan di atas 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, mereka bukan orang-orang khowarij yang ghuluw suka mengkafir-kafirkan, juga bukan golongan murji'ah yang diserang lalu menyerah, tapi di atas kehendak Allah dan Rosul-Nya lah mereka berjalan.
Inilah dia kelompok yang beriman yang mengangkat panji tauhid yang murni di atas madzhab لكمْ دينُكم وليَ دين, bagi kalian diin kalian, dan bagiku diinku, bagi kalian syariat, manhaj dan pemikiran kalian yang menyelisihi seruan (Muhammad) penghulu para rosul dan pemimpin para mujahidin, sedangkan bagi kami diin Muhammad bin 'Abdullah yang jujur dan terpercaya. Karena beliaulah perang menjadi ada hingga hari kiamat. Mengapa kita mundur dan berlambat-lambat?
Wahai saudaraku, kita masih terbelenggu oleh pemikiran yang bernama mashlahat dan mafsadat tanpa mengenal syarat-syarat dan perkataan ahlul 'ilmi mengenainya.
Apakah Anda akan membelenggu kami meskipun dengan meninggalkan 'amal yang sesuai dengan nash-nash al-Qur-an, hadits nabi, dan ijma' ummat, lalu memutarbalikkan hakikat-hakikat dan makna-maknanya, kita hilangkan maksud Allah dan kita rubah maksud Rasulullah dengan nama mashlahat dan mafsadat yang sesuai akal bukan yang sesuai syari'at. Di mana kita untuk melaksanakan tindakkan para sahabat yang mulia???
Imam al-Qurthubiy di dalam tafsirnya mengatakan, "Abu Tholhah ra membaca, "berperanglah dalam keadaan ringan maupun berat..." lalu beliau berkata, "Wahai anakku fasilitasilah aku." Lalu anaknya pun menjawab, "Semoga Allah merahmati Anda, Anda telah berperang bersama nabi hingga beliau wafat, juga bersama Abu Bakar hingga beliau wafat dan bersama 'Umar hingga beliau wafat. Sedangkan (sekarang) kami berperang karena Anda." Lalu beliau menjawab, "Tidak, fasilitasi aku." Lalu beliau berperang di laut, hingga wafat di laut. Hingga yang lain tidak mendapatkan pulau untuk menguburnya kecuali setelah 7 hari, lalu beliau dikuburkan dalam pulau itu sedangkan jasadnya tidak berubah. Semoga Allah meridhoi beliau.
Aku katakan kepada orang-orang yang masuk ke dalam jama'ah-jama'ah Islam sebagai sebab untuk membela diin ini, kepada orang-orang yang memiliki niat yang baik, apabila yang diinginkannya itu tidak ada (dalam jama'ah yang dimasukinya), carilah jama'ah (lain) yang mengangkat syi'ar Islam sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah, ilmu dan amal-nya.
Carilah jama'ah yang menjadikan langkah dan perjalanan Nabi saw sebagai manhaj dan perilaku-tindakan. Carilah jama'ah yang memiliki prinsip-prinsip landasan sesuai prinsip-prinsip landasan Islam, sesuai prinsip-prinsip landasan yang dimaksud Allah dan Rosul-Nya, sebagaimana yang dipahami oleh Nabi saw dan sahabat-sahabatnya yang mulia. Carilah sebuah jama'ah yang menggabungkan antara 'ilmu, da'wah dan jihad, tanpa meniadakan salah satunya atau menyimpangkan makna-maknanya. Bahkan Anda harus beramal sesuai dengan apa yang dilakukan nabi dan sahabat-sahabatnya tanpa tahrif (penyimpangan) dan ta'thil (peniadaan).
Wahai pemuda kebangkitan! Bergabunglah dengan qiyadah-qiyadah yang menjadikan darah mereka dan darah kalian sebagai energi untuk menyebarkan tauhid dan sebagai percikan api untuk menegakkan khilafah islamiyyah. Bukan untuk klaim-klaim yang menjadikan tulang-belulang kalian sebagai tangga untuk naik, sehingga, ketika tidak bisa naik, mereka lepaskan pokoknya, tampaklah aib dan kepalsuannya. Hanya pada Allah tempat mengadu.
Kepada pemuda kebangkitan, kepada orang yang kami kenali mereka dalam halaqoh-halaqoh dzikir dan 'ilmu, kepada orang yang kami kenali mereka dalam ladang da'wah dan medan pembelajaran, kepada pemilik mimbar-mimbar kebebasan, aku seru mereka kepada apa yang diserukan amir Tanzhim al-Qo'idah di Jazirah 'Arab, Amir Abu Bashir Nashir al-Wuhaisyi hafizhohulloh. Beliau adalah pemuka da'wah Nabi saw. Aku seru kalian agar menyeru manusia kepada hukum syari'ah dan mengimplementasikannya di daerah-daerah dan tempat-tempat di mana kalian berada. Aku seru kalian untuk berperang di jalan Allah dengan jiwa dan harta. Juga untuk menunjukkan pada manusia terhadap millah kakek moyang kita Ibrahim dan da'wah Nabi saw kita yang terpercaya.
Wahai pemuda kebangkitan! Jelaskan kepada generasi yang menapaki perjalanan para pahlawan dan pemahaman terhadap al-wala' dan al-baro' (loyalitas dan anti loyalitas). Wahai pemuda kebangkitan! Tidak samar lagi bagi kalian bahwa zakat adalah Rukun Islam yang ketiga. Padahal zakat telah didekatkan dengan sholat di banyak tempat dari ayat-ayat al-Qur-an. Allah ta'alah berfirman, "Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat" (QS. Al-Baqoroh: 43)
Di atasnyalah kekuasaan ini berrotasi. Maka kumpulkanlah harta dari shodaqoh dan zakat untuk saudara-saudara kalian yang berjihad.
Adapun kalian wahai para 'ulama' yang jujur! Hendaklah kalian menjelaskan kepada ummat mengenai permasalahan-permasalahan iman dan kufur, permasalahan-permasalahan nama-nama dan hukum-hukumnya, permasalahan-permasalahan tauhid dan syirik, mengenai millah kakek moyang kita Ibrahim, mengenai hukum Islam terhadap sekulerisme dan antek-anteknya, mengenai hukum Islam terhadap pemerintahan-pemerintahan yang loyal terhadap yahudi dan nashroni, dan mengenai hukum bekerjasama dengan mereka menurut petunjuk kalimat 'laa ilaaha illallah'.
Jelaskan kepada ummat hukum kelompok yang melarang dan enggan terhadap salah satu syi'ar diin, juga terhadap amar ma'ruf dan nahi munkar. Jelaskan kepada ummat hukum menjual urusan kaum muslimin, juga hukum berfatwa untuk kebaikan orang-orang murtad. Jelaskan kepada ummat hukum membiarkan kaum muslimin dan hukum meniadakan jihad. Jelaskan kepada ummat hukum mempolitiki manhaj-manhaj diin agar sesuai dengan opini penguasa. Jelaskan kepada ummat hukum-hukum riddah dan hukum bekerja sama dengan murtaddin.
Wahai 'ulama' ummat! Jangan kalian larang melirik pada studi siroh (sejarah) Abu Bakr as-Shidq ra dan orang-orang jujur yang melalui manhaj beliau. Wahai ulama ummat! Cukuplah kalian diam pada masa ummat ini dikoyak-koyak dan pada masa kaum ruwaibidhoh berbicara.
Kepada Anda wahai saudaraku mujahidin! Kepada orang yang kakinya berdebu di jalan Allah. Kepada orang yang pernah menempati perbatasan dalam medan-medan jihad. Kepada orang yang memiliki kemampuan / kekuatan dalam menolak serangan musuh terhadap diin dan kehormatan. Kepada orang yang pernah menginjakkan kakinya di bumi Afghanistan, Chechnya ataupun 'Iraq. Kepada mereka semua aku katakan:
Allah ta'ala berfirman,"Penuhilah janji Allah jika kalian sudah berjanji dan jangan batalkan sumpah setelah meneguhkannya padahal kalian telah menjadikan Allah sebagai saksimu atas sumpahmu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan jangan menjadi seperti orang-orang yang melepaskan benangnya setelah diikat dengan kuat hingga menjadi cerai berai. Kalian jadikan sumpah kalian sebagai alat penipuan, agar satu golongan menjadi lebih mendapat untung dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu sedangkan pada hari kiamat Allah jelaskan kepada kalian mengenai hal yang kalian perselisihkan." (QS. An-Nahl: 91-92)
Wahai saudaraku mujahidin! Inilah Imam Makhul dari kalangan 'ulama' tabi'iin. Beliau pernah menghadap qiblat dan berdoa kemudian bersumpah dengan sepuluh sumpah bahwa perang adalah kewajiban bagi kalian wahai kaum muslimiin. Kemudian beliau berkata, "jika kalian menghendaki akan aku tambah sumpahku." Kisah ini dibawakan oleh Imam 'Abdur Rozzaq dalam Mushonnafnya. Inilah Sa'iid bin al-Musayyib, Imam bagi taabi'iin rohimahulloh, beliau termasuk fuqoha' madinah. Beliau keluar untuk berperang padahal salah satu matanya hilang dan dikatakan kepadanya, "Anda adalah orang cacat." Lalu beliau jawab, "Allah telah memerintahkan berperang dalam keadaan ringan maupun berat. Jika aku tidak memungkinkan untuk perang aku bisa untuk memperbanyak jumlah personel dan aku jaga barang (kita)." Di kisahkan oleh Imam al-Qurthubiy.
Wahai saudaraku mujahidin! Aku ingatkan Anda, ku ingatkan Anda terhadap janji ini. Hendaknya Anda mengemban menjaga panji dan meneruskan perjalanan, hingga diin ini menang atau Anda wafat sebagaimana wafatnya para pendahulu yang menempuh jalan yang Anda tempuh. Teruskan perjalanan ini, agar Anda sukses terhadap ujian dari Allah. Karena sesungguhnya hasil pelajaran ditentukan pada akhir amalnya.Allah ta'ala berfirman, "Dan sungguh akan kami uji kalian hingga kami ketahui orang-orang yang berjihad di antara kalian dan orang-orang yang bersabar juga agar kami mengetahui perihal keadaan kalian." (QS. Muhammad: 31)
Wahai kaum muslimin! Cukuplah bagi kita kehilangan Andalusia, Khilafah Utsmaniyah, Palestina dan Imaroh Tholiban. Berangkatlah! Berangkatlah berperang di bumi jihad. Imam as-Syaukani berkata dalam kitab as-Saylil Jaror,"Adapun memerangi orang-orang kafir dan menawari mereka untuk masuk Islam, membayar jizyah atau membunuhnya (jika tidak memilih salah satu dari dua yang pertama -pent) adalah hal yang ma'lum termasuk hal yang penting dalam urusan diin. Karena hal itulah Allah mengutus Rosul-Nya dan menurukan kitab-Nya. Rasulullah saw, semenjak beliau diutus Allah Ta'ala untuk memegang urusan ini (perang), senantiasa menjadikan urusan ini termasuk tujuan-tujuannya yang terbesar dan termasuk urusan yang paling penting. Juga tidak disebutkan ketika beliau meninggalkan mereka (para sahabat), mereka menjadi meninggalkan perang, lalu menjadi perkara yang mansukh (dihapus) oleh ijma' kaum muslimin."
Hingga di sini perkataan Imam as-Syaukani rohimahulloh. Renungkanlah perkataan ini wahai saudaraku. Perkataan di atas adalah ketika jihad fardhu kifayah, bagaimana menurut Anda ketika jihad fardhu 'ain sebagaimana keadaannya di zaman kita ini??!Sedangkan kepada orang yang lisannya lancang dengan mencela dan mengolok-olok mujahidin, menyebarkan isu-isu atau melemahkan (semangat) untuk jihad, aku katakan kepada mereka Allah ta'ala berfirman, "Seandainya mereka (memang) hendak keluar (untuk perang) pastilah mereka mempersiapkan persiapan untuk itu. Akan tetapi Allah tidak menghendaki keberangkatan mereka sehingga Dia lemahkan (semangat) mereka dan dikatakan kepada mereka, "Duduklah bersama orang-orang yang duduk." Jika mereka berangkat bersama kalian, niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di antara barisanmu, untuk membuat gangguan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zholim." (QS. At-Taubah: 46-47)
Allah ta'ala juga berfirman, "Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah permainan, kesia-siaan, bersenang-senang dengan perhiasan, berbangga-bangga di antara kalian dan berbanyak-banyakan harta serta anak. Seperti hujan yang menjadikan petani terheran-heran karena dapat menumbuhkan tanamannya kemudian tanaman itu menjadi kering lalu menjadi hancur. Padahal di akhirat itu masih terdapat adzab yang keras dan ampunan serta keridhoan dari Allah. Sedangkan kehidupan di dunia tidak lain hanyalah perhiasan yang semu." (QS. Al-Hadid: 20)
Wahai kalian orang yang mencela pemuda kami yang berjihad!
Hentikan celaan dan pengingkaran kalian, Apakah layak dicela orang yang rindu terhadap surga dan kenikmatannya, sedangkan dia selalu berjalan mengikuti para sahabat,Apakah patut dicela orang yang meninggalkan dunia beserta kesia-siannya, Sedangkan dia berperang dengan tekad yang merdeka,Apakah layak dicela orang yang menjual murah dirinya pada Allah lagi menginginkan surga firdaus sebagai tempat tinggal yang terbaik, hingga mereka meninggalkanjihad dan pelakunya karena celaan kalian, Waspadailah sifat kemunafikan, waspadailah!
Barang siapa yang belum pernah berperang atau meniatkan hatinya untuk perang, lalu mati, maka kematiannya adalah kematiaan orang-orang jahat, Sesungguhnya jihad adalah jalan untuk mendapat kemuliaan, Dengan meninggalkannya akan mendapat kehidupan hina dan rendah.
Imam al-Hakim dalam mustadroknya mengeluarkan hadits dengan sanad jayyid, baik untuk digunakan sebagai hujjah, juga dishohihkan oleh Imam adz-Dzohabiy. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam at-Thabraniy dan Imam al-Bayhaqiy, dari Basyir bin al-Khoshoshiyyah ra berkata,"Aku datang kepada kepada Rasulullah saw untuk berbai'at masuk islam. Maka beliau mensyaratkan kepadaku untuk bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, sholat lima waktu, puasa Romadhon menunaikan zakat, haji ke baitullah dan berjihad di jalan Allah." Dia lanjutkan, "Wahai Rasulullah, ada dua yang aku tidak mampu, yaitu zakat karena aku tidak memiliki sesuatu kecuali sepuluh dzaud (sekelompok unta) yang merupakan titipan dan kendaraan bagi keluargaku. Sedangkan jihad, orang-orang yakin bahwa yang lari (ketika perang) maka akan mendapat kemurkaan dari Allah, sedangkan aku takut jika ikut perang lalu aku takut mati dan ingin (menyelamatkan) jiwaku." Lalu Rasulullah menggenggam tangannya kemudian menggerakkannya lalu berkata, "Tidak shadaqah dan tidak jihad? Dengan apa engkau masuk surga?" Lalu Rasulullah menggenggam tangannya kemudian menggerakkannya lalu berkata, "Tidak shadaqah dan tidak jihad? Dengan apa engkau masuk surga?"
Renungkanlah wahai saudaraku yang mulia perkataan Rasulullah sang pilihan saw, "Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Lalu dengan apa Engkau masuk surga?" Dengan apa Anda masuk surga? Wahai orang-orang yang cuek! Inilah Beliau Rasulullah saw yang mengatakan, "Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Lalu dengan apa Engkau masuk surga?" Allah ta'ala berfirman,"Apakah kalian mengira akan masuk surga padahal belum datang ujian yang semisal dengan yang menimpa orang-orang sebelum kalian. Mereka ditimpa gangguan dan marabahaya serta digoncangkan seguncang-guncangnya hingga Rosul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya berkata, "Kapankah pertolongan Allah datang?" Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah sangatlah dekat." (QS. Al-Baqoroh: 214)
Wahai hamba-hamba Allah! Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Dengan apa Anda masuk surga? Hendaknya setiap orang di antara kita mengulang-ulang pertanyaan ini, agar bisa menjawabnya sebelum datang hari kiamat sebagaimana Allah ta'ala berfirman, "Pada hari tidak bermanfaat harta tidak juga anak. Kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (dari syirik dan kemunafikan -tafsir jalalain)" (QS. As-Syu'aro': 88-89)
Dalam akhir penutupan, ya Allah Yang menurunkan kitab, Maha cepat hisab-Nya, kalahkan kelompok-kelompok musuh Islam. Ya Allah kalahkan mereka, goncangkan mereka dan tolonglah kami dalam menghadapi mereka.
Ya Allah tolonglah mujahidin di bumi 'Iraq, Palestina, Afghanistan, Maghrib Islamy, Jazirah 'Arab, Somalia dan di setiap tempat. Ya Allah tolonglah mereka dalam menghadapi musuh mereka, tepatkan tembakan mereka dan sembuhkan luka mereka.
Ya Allah bebaskan saudara-saudara kami yang tertawan dan kaum muslimin lain yang juga tertawan. Ya Allah bebaskan Syaikh Doktor 'Umar 'Abdur Rohman, Syaikh Rifa'iy Thoha, Syaikh Sulaiman al-'Ulwan dan Syaikh Walid as-Sananiy, Syaikh Sa'id Alu Zu'ayr, Syaikh Faris Alu Syuwail (Abu Jandal al-Azdi), Syaikh Sulaiman Abu Ghoits dan Syaikh Abu Hafsh al-Muritaniy dari penawanan. Ya Allah bebaskan Syaikh Muhammad al-Fazaziy, Syaikh Abu Qotadah al-Filisthiniy, Syaikh Nashor al-Marshod dan seluruh kaum muslimin yang tertawan.
Ya Allah, terimalah saudara-saudara kami yang syahid. Sedangkan akhir seruan kami, segala puji bagi Allah Robb semesta 'alam.


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/6201/tidak-shodaqoh-dan-tidak-jihad-lalu-dengan-apa-engkau-masuk-surga#ixzz18WWipgBL

DAKWAH RASUL



Oleh: Ustadz Abu Jibriel 

Perjalanan Dakwah dan Jihad adalah perjalanan hidup orang-orang mulia dan terpuji sepanjang sejarah. Itulah perjalanan para Nabi, Rasul Allah dan orang-orang Shalih. Satu perjalanan yang tidak menawarkan arama harum dari minyak kasturi, kilauan intan- mutiara dan emas berlian yang bercahaya, sebaliknya dipenuhi onak dan duri, batu dan kerikil, tanah pejal mendaki dan berkelok. Hampir tidak ada yang ingin mengikuti dan menempuhnya kecuali hamba-hamba-Nya yang diberi Rahmat dan Barakah. Teror dan berbagai ancaman ditimpakan kepada para Rasul Allah Swt, para Sahabat-sahabat dan Orang-orang Shalih dari para Ulama’ dan Para Mujahid sesudah para Sahabat, tidak ada yang terlepas dari kezaliman, siksaan, pembantaian dan pembunuhan. Perhatikanlah firman Allah Swt berikut:
1) Nabi Nuh As telah di ancam rajam.

“Mereka berkata: “Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti Hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan Termasuk orang-orang yang dirajam.” (QS As Syua’ara, 26:116)

2) Nabi Luth As diancam untuk diusir.

“Mereka menjawab: “Hai Luth, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu Termasuk orang-orang yang diusir.” (QS. As Syua’ara, 26:167)

3) Nabi Ibrahim As diancam untuk dibakar.

“Mereka berkata: “Bakarlah Dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”(QS. Al Anbiya’, 21:68-69)

4) Nabi Yusuf As diancam untuk dipenjara.

“Wanita itu berkata: “Itulah Dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda Dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi Dia menolak. dan Sesungguhnya jika Dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya Dia akan dipenjarakan dan Dia akan Termasuk golongan orang-orang yang hina.” Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf, 21:32-33)

5) Nabi Musa As diancam penjara dan bunuh.

Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (QS. As Syua’ara, 26:29)

“Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena Sesungguhnya aku khawatir Dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” Dan Musa berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari Setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari berhisab.” (QS. Al Mukmin, 40:26-27)

6) Para Nabi diancam untuk diusir dan dirajam.

“Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri Kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.” (QS. Ibrahim, 14:13-14)

Mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.” (QS Yasin, 36:18)

7) Adapun Nabi Muhammad Saw dihina dan dikatakan sebagai seorang penyair gila.

“Dan mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?.” (QS. As Shaffat 37:36)

Dan beliau diancam untuk; ditangkap, dipenjara, diusir dan dibunuh,

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al Anfal, 8:30)

Dan pernah juga Rasulullah Saw difitnah dalam keluarganya, isterinya yang sangat dicintainya Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, Aisyah Ra yang terkenal dengan HADITUL IFIK (Berita Bohong). Dan hal ini merupakan suatu bentuk yang akan terus berulang pada setiap generasi, dimana sasaran utama dari tuduhan itu sebenarnya diarahkan kepada pemimpin dengan tujuan hendak menghancurkan kepercayaan para pendukung beliau terhadap kepemimpinan tersebut.

Itulah tradisi yang selalu berulang disepanjang sejarah, bila kekuatan fisik tidak mampu membunuh karakter pimpinan, maka di hadapan musuh tidak ada lagi jalan yang bisa ditempuhnya selain perang psikologis terhadap kepemimpinan tersebut, dengan cara menghancurkannya lewat perang seperti ini. Karena itu, di sini ditampilkan kisah keteladanan ini (HADITUL IFIK) supaya para Da’i dan Mujahid serta para pendukungnya tidak mudah lemah dalam menghadapi segala ujian dan fitnah yang menimpanya, karena musuh selalu menggunakan isu seperti ini, sebagai perang isu yang disebarluaskan oleh musuh dikalangan barisan Islam untuk menghancurkan pimpinan.

Yang terpenting diingat dalam peristiwa ini adalah bahwa berita bohong itu sebagaimana yang telah jelas bersumber dari kaum munafik di bawah bendera pimpinan mereka, Abdullah bin ubay bin Salul. Ketika berita bohong itu masih beredar di kalangan orang-orang munafik, memang tidak ada bahaya apa pun yang bisa mereka timbulkan. Akan tetapi, ketika berita itu sudah masuk ke dalam lingkungan kaum Muslimin, dengan segera berita itu menyebar bagai api membakar jerami. Barulah saat itu tampak betapa besar bahaya keberadaan kaum munafik di tengah umat Islam.

Nash Al Qur’an sendiri, ketika menceritakan peristiwa ini, ternyata lebih banyak mengarahkan tegurannya terhadap kaum Muslimin daripada kepada kaum munafik. Agaknya Al-Qur’an hendak memberi pendidikan terhadap kaum Mukminin yang benar-benar beriman, tapi masih dapat dipengaruhi oleh berita bohong ini dan masih mau menerima pembicaraan orang yang menyangka-nyangka tanpa bukti.

Adapun pelajaran-pelajaran terpenting yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan berita bohong ini, ialah sebagai berikut.

Pertama, menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka adalah kewajiban pokok yang wajib ditunaikan kaum muslimin. Mereka -terutama para pemimpin- juga harus menyadari bahwa prasangka seperti itu menjadi pusat perhatian lawan maupun kawan. Karena itu, sedapat mungkin agar dapat menghindari tempat-tempat dan hal apa pun yang bisa menimbulkan prasangka buruk.

Kedua, jangan menerima isu begitu saja, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala dalam al Qur’anul Karim,

“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah di sisi Allah adalah pendusta.” (QS. An Nur, 24:13)

Berita apa pun yang tidak diperkuat dengan bukti, harus ditolak oleh setiap Muslim. Hendaklah pula dia menyadari bahwa menceritakan isu kepada orang lain dan menularkan berita yang tidak diperkuat dengan bukti akan mengubah statusnya menjadi pendusta. Ini adalah ketetapan Al Qur’an terhadap manusia-manusia semacam itu mereka adalah pendusta di sisi Allah, sekalipun orang itu sebenarnya bukanlah yang mengada-ngada berita tersebut dan sekalipun dia sekedar menukilkan dengan sejujurnya apa yang sebenarnya dia dengar dari seseorang, namun dia di sisi Allah tetap tergolong para pendusta.

Ketiga, untuk menimbang secara cermat dalam menilai benar-tidaknya suatu isu, bandingkanlah pribadi orang yang diisukan itu dengan diri anda sendiri. Dengan demikian, pastilah Anda akan tetap memercayai teman Anda itu seperti halnya memercayai diri Anda sendiri. Cara menimbang seperti itu diakui dan dipuji oleh Al Qur’anul Karim, yaitu berkenaan dengan suatu perbincangan antara Abu Ayyub Al Anshari dengan istrinya, Ummu Ayub Ra. Wanita itu berkata,